Datang dan pergi

    Hai… Kenalin nama aku Fita.  Aku mau sedikit bercerita tentang kisah cinta yang aku alami. Tentang laki-laki yang aku kenal satu tahun yang lalu, Dia bernama Dika. Dika memiliki sifat yang sangat cuek, tidak romantis dan juga kaku. Kisah cinta yang menurut ku sedikit membosankan.

    Berkenalan melalui pesan singkat. pertama kali bertemu dengannya satu minggu kemudian setelah bertukar pesan. Di depan kantor ketika aku mau pulang kerja dan pada saat itu sedang turun hujan. Tiba-tiba Dika menawarkan untuk mengantarkan pulang padahal aku membawa motor bagaimana dirinya mau mengantarkan pulang?

    Tetapi aku sangat senang jika diantarkan pulang dengan dia berada dibelakang,seperti dikawal. Memikirkannya saja terkekeh geli. Tetapi, setelah menunggu beberapa menit kemudian dan aku yang sudah daritadi kehujanan, kembali menghubungi Dika.

    Akhirnya aku memilih pulang sendiri karena baju juga sudah basah. Namun ketika diperjalanan, ternyata dia mengejar aku dibelakang.

Dika mensejajarkan motornya dengan aku.

     “Nih, aku bawain jas hujan.” Teriak Dika sambil sesekali mengelap wajahnya yang basah karena air hujan.

Aku yang sedang fokus mengendarai motor sesekali menengok ke sebelah.

    “Gak usah. Baju juga sudah basah.” Balas aku kemudian menancapkan gas meninggalkan Dika dibelakang.

 Aku sangat kesal.

    Bgaimana bisa aku yang daritadi menunggu kedatangannya, tetapi malah menawarkan jas hujan ketika sedang mengendarai motor.

Pria menyebalkan.

Tidak ada yang special pertemuan aku dengan Dika.

Kesan pertama bertemu sudah begitu, bagaimana nanti ya?

    Setelah dua minggu kejadian itu dia mengajak aku untuk bertemu kembali. Aku mulai membuka hati, karena saat ini yang aku pikirkan bukan lagi soal pacaran yang bertahun-tahun lalu  tidak ada kepastian. Aku mencari sosok pria yang mau mendampingi aku hingga tua nanti bahkan sampai maut memisahkan.

    Kata dia katanya dia mau mengajak aku keluar.

Selama dua minggu ini hanya saling mengenal lewat pesan atau telepon. Aku bisa menilai, dia masih kaku dan cuek.

Kata teman ku sih, dia belum pacaran sama sekali. Mungkin itulah sebabnya dia kaku dan cuek.

    Sampai beberapa bulan kemudian, hanya sebuah bertukar pesan menanyakan kabar atau hanya sesekali makan diluar. Tidak ada yang begitu special, kenyataannya aku tidak tahu bagaimana perasaan Dika.

    Walau dari awal sampai sekarang tidak ada kata jadian, tapi aku merasa jika dia memang benar-benar serius dengan hubungan ini. Tetapi jika diperhatikan beberapa bulan ini seperti berbeda, Sikapnya.

Sampai dimana suatu waktu Dika berbohong kepada ku.

    Kenapa aku tahu Dika berbohong? Ternyata teman aku yang memberitahu. Padahal dia sudah berjanji dan tidak akan begadang karena besoknya akan ada janji.

Ketika tahu bahwa dia berbohong. Aku langsung menghubunginya.

    “Oh… sekarang kamu pinter ya, berbohong.” Ucapku langsung keintinya.

 Aku hanya tertawa, namun dalam hati sangat kesal.

    “Belajar dari siapa?” Tanyaku sarkas.

Dika hanya diam tidak bersuara, hanya terdengar dia menghela nafas dan menghembuskannya secara perlahan.

    “Maaf,” Ujarnya.

Sekali lagi aku hanya tertawa. Padahal air mata sudah dipelupuk mata jika berkedip akan meluncur bebas.

“Aku hanya main sama teman-teman,” Ujarnya lagi.

    “Aku tidak melarang kamu buat main sama teman-teman kamu, tapi kamu tahu waktu. Tidak harus sampai pagi, dan besoknya kamu tahu kan?”

Dia hanya diam.

“Kamu tahu kan?” aku sedikit meninggikan suara dengan dada yang terus bergemuruh menahan amarah.

“Iya.” Jawabnya.

    “Udah lah, aku capek. aku mau istirahat.” Aku mematikan panggilan secara sepihak dengan air mata yang terus mengalir di pipi.

    Setelah capek fisik setelah bekerja sekarang harus capek menghadapi sikap Dika yang sekarang mulai berbeda.

***

    Seminggu berlalu setelah kejadian dia berbohong, dia tidak pernah meminta maaf lagi. Atau hanya sekedar menanyakan kabar. Tidak sama sekali. Apakah dia tidak tahu bahwa aku sedang berusaha untuk mencintainya? Walaupun aku belum mencintainya. Aku sedang mencoba untuk membuka hati untuknya.

    Namun, lihat sekarang. Sikap dia benar-benar tidak peduli dengan keadaan aku sekarang, aku tidak tahu bagaimana cara dia berpikir. Bahkan setelah bertemu beberapa bulan ini bukannya aku nyaman, malah aku bosan,jenuh dengan semua ini. Tidak ada kata romantis atau paling tidak, dia tahu cara memperlakukan orang yang dicintai.

Hari telah berganti. Dan Dika, belum ada kabar. WhatsApp pun tidak ada. Benar-benar laki-laki ini.

    Jemput aku sekarang!” itulah pesan yang aku kirimkan setelah aku marah padanya. Iya, aku baru pulang kerja.

Dika hanya membaca tanpa membalasnya.

Aku hanya menghembuskan nafas lelah.

    “Mau pulang bareng tidak?” Tanya teman aku yang kini sudah ada didepan ku.

“Ah, tidak. Aku dijemput.” Jawabku tersenyum.

“Gue duluan, ya.”

“Iya.”

    Tidak lama Dika datang. Dika langsung menyuruhku menaiki motornya. Seakan kejadian kemarin tidak pernah terjadi, tidak ada obrolan ataupun basa-basi.

    Namun dia mengajak aku untuk makan dulu. Padahal aku tidak meminta, ternyata dia peka juga. Aku lapar.

“Turun!” ucap dia ketika sudah sampai di rumah makan.

Aku hanya tersenyum senang.

“Pesen apa aja, nanti aku yang yang bayar.”

Ternyata hanya dengan makanan aku bahagia. Dan perlahan mulai melupakan kebohongan dia.

***

    Hubungan ini terus berlanjut. Tanpa adanya ikatan, bisa dibilang begitu. Karena Dika tidak pernah menyatakan perasaannya. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan itu, toh. Kita sama-sama dewasa. Dan juga aku tahu bahwa keluarga Dika, sudah berharap lebih bahwa hubungan ini akan terus berlanjut ke jenjang yang lebih serius.

    Aku mulai berpikir bagaimana nanti kedepannya. Tetapi aku bingung, sikap Dika belum pernah membuat aku jatuh cinta kepadanya. Hanya sebagian perhatian kecil yang Dika berikan, itu pun belum membuat aku jatuh cinta kepadanya.

    Rumit, aku seperti berjuang sendirian. Aku bahkan meragukan perasaan Dika. Aku tahu ini yang pertama baginya, tetapi jika ini cinta pertamanya, Justru harus perhatian lebih karena ini pengalaman cintanya.

    Cinta memang tidak selalu berakhir dengan baik. Namun aku mengaharapkan bahwa ini adalah cinta sejati. Tapi aku berpikir kembali, apakah cinta sejati hanya sekedar materi?

    Jika meminta ini itu langsung di belikan. Tetapi aku tidak hanya butuh itu saja, tetapi juga hatinya. Apakah dia tulus? Apakah dia mencintaiku? Apakah dia sayang sama aku?

    Pertanyaan-pertanyaan yang selalu hinggap, dan aku selalu menerka karena sikapnya yang tidak berubah. Apakah dia tahu bahwa aku hanya seorang perempuan yang butuh perhatian dia?

Jika dilihat aku hanya perempuan kebanyakan, aku lemah soal cinta.

    Hingga dimana ada situasi yang ingin sekali aku mempertanyakan setelah satu tahun ini dipendam. Karena Dika akhir-akhir ini tidak pernah lagi menghubungi ku.

    Aku mencoba untuk memberanikan diri untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sering menghantui dan membuat aku sering menerka.

“Dika,” pesan yang aku kirimkan. Aku tertawa miris, karena hingga saat ini aku yang selalu memulai pembicaraan.

“Aku mau tanya, apa arti hubungan ini menurut kamu?” aku menulis kembali pada kolom pesan.

Terlihat Dika membacanya. Tidak lama Dika menelpon.

“Hallo.” Ucapku lirih.

“Maksud kamu apa tanya seperti itu?” terdengar suara Dika yang sedikit kesal.

Aku tidak tahu bagian kata mana yang membuatnya kesal.

“Aku hanya tanya. Kenapa kamu marah?” tanyaku selembut mungkin.

“Apa setelah yang kamu minta dan apa yang aku berikan. Belum jelas buat kamu?”

Tiba-tiba dada ku sesak. Apa yang aku minta? Apa yang dia berikan?

Apakah Dika tahu bukan itu yang Aku minta.

Aku menghela nafas perlahan kemudian menghembuskannya.

“Sebenarnya aku tidak mau mempunyai hubungan seperti ini. Aku ingin seperti orang lain yang dicintai.” Dengan sedikit bergetar aku berucap.

Mataku sudah memburam.

“Kita jalani aja, kita nikmati. Toh, kita baru beberapa bulan saling mengenal.” Balasnya

    “Tapi mau sampai kapan kamu kaya gini terus, aku capek. aku juga seorang perempuan. aku tidak bisa berjuang sendirian, sedangkan kamu. aku tidak tahu apa kamu punya perasaann yang sama atau tidak?”

“Aku capek. a- aku mau kita putus.” Setelah memikirkan berbagai cara akhirnya aku mengucapkan kata yang membuat aku sedikit sesak.

    Dika tidak pernah menghargai aku sebagai perempuan, tidak pernah melihat bahwa aku istimewa dimatanya. Lalu dia menganggap aku sebagai apa?

“Yaudah kalau mau putus.” Jawabnya tanpa ada rasa beban sama sekali.

Aku melongo mendengarnya.

Apa benar? Dia benar-benar tidak mempunyai perasaan sama sekali.

“Jadi tidak ada orang lain lagi yang meminta aku membelikan skincare.” Lanjutnya.

Cih.

Apa yang dia bilang? Dia mencari-cari kesalahan aku?

Dengan kesal aku mematikan telpon secara sepihak. Aku langsung memblock nomornya.

    Aku sedikit kesal, marah dan sedikit lega. Namun aku merasa sakit hati, Dika berkata demikian. Aku seperti perempuan matre.

    Apa ini akhir dari sebuah kisah, sekarang aku baru tersadar bahwa aku sudah membuang waktu ku yang berharga untuk mencintai seseorang tetapi orang itu tidak mencintaiku.

    Aku tidak menyesalinya. Justru membuat aku lega, ternyata cinta itu bukan sekedar menopang hidup dari segi materi tetapi juga hati. Aku salah mencintainya karena memaksakan. Karena yang benar-benar cinta adalah ketika cinta itu datang dari sang maha pemilik cinta. Cinta yang tulus dan tak mengharapkan alasan kecintaan itu.




Tamat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Lima Ratus Rupiah

CERITA HARI INI