REUNI
Reuni. acara yang cukup Kala hindari, kenapa? Karena menurutnya reuni itu ajang untuk menyombangkan diri dan pamer. Entah itu karir, pasangan dan juga anak. Bukannya tidak mau bertemu dengan teman lama apalagi mengingat masa lalu yang menyenangkan dan memalukan.
Kala sangat membenci acara itu. Apalagi harus bertemu dengan mantan gebetan yang sangat menyebalkan dan membuatnya trauma akan cinta.
Mau tidak mau Kala harus menerima ajakan temannya.
Kala dandan secantik mungkin, karena Kala tidak mau tidak ada perubahan setelah 6 tahun tidak bertemu dan pastinya ingin membuat dia menyesal.
Disebuah tempat wisata yang sudah di booking untuk acara reuni SMP. Pertama menginjakan kaki di tempat, Kala selalu berdoa didalam hati ‘semoga tidak bertemu dengan dia’.
Ketika sedang melamun Kala tersentak, karena seseorang menyapanya.
“Hai, Kala. apa kabar?” Sapa Runi yang kini sedang tersenyum lebar menatap Kala. ternyata yang menjadi panitia, dia adalah Runi. Runi adalah teman seangkatan yang pernah menjabat sebagai mayoret. Dan juga menjadi partner yang sangat konyol dengan candaan yang sangat receh.
Dia tersenyum girang lalu memeluk Kala sangat erat.
Kala membalas pelukan itu. “Hai, Runi. Baik, lo gimana?”
“Gue baik. Udah lama gak ketemu sama lo yang receh.” Runi tertawa setelahnya. Kemudian Kala melepaskan pelukannya.
Kala tersenyum membalasnya.
“Bisa aja lo. Gue masuk ya, bye.” Kala memasuki Aula yang sudah didekor oleh panitia.
Ternyata Kala melupakan sesuatu. Kala tidak sendiri, dia bersama Wawa. Tetapi kemana dia?
“Dor!” Kala terkejut sambil menatap Wawa tajam.
Wawa hanya terkikik geli.
“Dari mana lo?” Kala memutar bola matanya jengah.
“Tadi udah dari toilet.” Jawab Wawa merapikan sedikt bajunya yang terlihat berantakan.
Wawa, perempuan tomboy. Dulu pas SMP tidak terlalu dekat dengannya namun entah karena apa sejak keluar SMA menjadi dekat dengannya dan sering jalan bersama. Dan Acara Reuni pun dia yang mengajak Kala.
Kala dan Wawa menghampiri teman-teman lamanya berfoto dan bernostalgia. Sempat berkeliling menyusuri tempat wisata itu dengan canda tawa. Namun, Kala tiba-tiba langkahnya terhenti.
Hati dan pikirannya sedang bertengkar. Hatinya ingin menjauh tetapi pikirannya ‘Lo harus bersikap baik-baik saja.’ Beberapa langkah didepannya ada seorang laki-laki yang dari tadi ingin di hindarinya tetapi kini tepat dihadapannya, sedang menyapa teman-teman Kala.
Teman-teman Kala sudah menyapa menanyakan kabar. Sempat ingin berbalik, tetapi Wawa menahan tangan Kala.
Mata Kala melotot kearah Wawa tetapi Wawa hanya tersenyum membalasnya. Terpaksa Kala harus menghadapinya.
“Hai, Kala. Gimana kabarnya?” tanyanya tanpa menyurutkan senyum di wajahnya. Lalu tangannya terulur.
Kala melihat tangan itu dengan sinis.
Kala berdesah, bahkan dia bisa tersenyum lebar seakan tidak terjadi apa-apa.
Kala memalingkan wajahnya.
“Baik.” Jawab Kala datar, namun tangan Kala ragu untuk membalas ulurannya. Tetapi Kala tidak mau dicap yang tidak sopan, lantas membalas uluran itu sangat singkat.
Bagaimana bisa? Apakah laki-laki makhluk yang paling cepat move on?
“Cie…” Ujar Wawa dengan senyum yang menggoda dan mencolek lengan Kala. Ketika dia sudah menjauh.
“Apaan sih.” Balas Kala kesal. Meninggalkan Wawa yang tertawa lepas.
Kala dan teman-temannya menuju Aula tempat Acara Reuni yang akan dimulai.
Dan Kala kembali terkejut. Dia duduk sebelah Wawa. Ya, Kala tidak perlu menyalahkan dia. Dan mengusir dia, kami memang seangkatan. Tetapi apa harus duduk bersebelahan?
Dengan berbagai kegundahan dan kebimbangan yang melanda, Kala harus duduk disebelahnya walau hati rasanya masih ada rasa sakit itu.
Panitia mulai membuka acara dan suara tepuk tangan untuk sambutan dari para guru, entah kenapa suara hati Kala yang paling terdengar. Rasanya seperti waktu berhenti sejenak, apalagi ketika dia sedang asik berbicara dengan Wawa.
Ingin rasanya Kala pergi dari sana.
Kemudian tak berapa lama dia pergi ke teman laki-lakinya. Kala melihat kepergiannya itu. Setiap gerak-geriknya tidak ada masalah. Namun Kala kenapa seperti dirinya saja yang merasa tersakiti?
Kala sempat melirik dia yang sesekali bercanda bersama temannya. Ada rasa sesak dihati Kala, dan potongan memori yang terputar begitu saja.
Kala menghela nafas kemudian menghembuskannya secara kasar.
“Udahlah, ngapain diliatin mulu.” Ujar Wawa menggoda.
Acara berlangsung sesuai dengan rundown, hingga tiba ada sesi foto bersama sesuai angkatan. Kala tidak tahu jika ada foto bersama, satu persatu angkatan mulai berfoto dan hingga saatnya Kala dan angkatannya berfoto.
Sepertinya dada bergemuruh hebat, Kala menundukan kepalanya sama sekali tidak melihat sekitarnya. Dipikirannya hanya satu berfoto sudah kembali duduk.
Ketika Kala memilih posisi dibelakang, tetapi teman yang lain menyuruhnya duduk didepan. Dengan berat hati menuruti permintaan teman-teman karena tidak mau berada diposisi depan. Apalagi semua mata tertuju pada kami, Kala sedikit mengedarkan matanya dan betapa terkejut. Dia tidak foto bersama, apakah dia tidak mau berfoto bersama angkatannya?
Ada rasa malu yang menjalar.
Kala buru-buru tersenyum meihat kearah kamera sesuai perintah sang fotografer.
Hingga beberapa jam kemudian acara reuni sudah selesai. Akhirnya Kala bisa bernafas dengan lega.
Wawa tertawa dengan keras.
“Muka lo kenapa? Kaya abis dikejar hantu aja. Kaya baru terbebas gitu,” Wawa kembali tertawa.
Kala mendelik kesal menatap Wawa yang sedang menertawakannya.
“Kalau masih tertawa, gue tinggal lo disini.” Ujar Kala meninggalkan Wawa yang terbungkam.
Kala terkekeh pelan.
Memangnya dia tidak bisa.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar