ZUPRA genre Fantasi
ZUPRA
Part I
Disuatu malam yang
sangat sepi. Disebuah ruangan yang terlindungi lapisan baja, pintu yang
terkunci menggunakan sidik jari. Ditengah ruangan ada sebuah meja bundar dan kursi
yang mengelilingi meja, juga terdapat tombol-tombol diatas meja untuk
memunculkan layar hologram.
Disebelah kanan ruangan ada meja makan yang terbuat dari besi
dan terdiri dari empat kursi,di meja makan tersebut tepatnya diatas meja ada
sebuah layar berukuran sama dengan sebuah tablet, dan ketika menyentuh layar
itu maka akan muncul sebuah daftar menu makanan, dan meja makan ini terhubung
ke warungnya Mpok Jumi.
Ruangan yang canggih
ini dibuat oleh Kakeknya Razi bersama sahabatnya 100 tahun yang lalu, ruangan
ini jika diluar hanya terlihat rumah biasa tetapi jika sudah didalam, banyak
alat canggih yang tersimpan. Mereka adalah anak-anak badung namun cerdas, tetapi
mereka mempunyai misi yang sama yaitu membantu menyelesaikan permasalahan
tentang lingkungan, meneruskan misi sang kakek.
Razi, Kris, Jeni, dan
Faul. Mereka bersahabat sejak SMA. Mereka menamai gengnya dengan Zupra. Razi
yang memang sebagai keturunan dari kakeknya yang mendirikan gedung ini, memiliki
otak yang sama cerdasnya dengan kakeknya.
Kemudian Kris, dia
teman Razi dari kecil yang sangat senang bereksperimen dan menciptakan alat-alat
sederhana.
lalu Jeni dia satu-satunya perempuan dalam
geng Zupra, namun siapa sangka dia seorang anak perempuan yang memiliki bakat
bertarung yang sangat hebat, karena dia banyak sekali mengikuti berbagai ilmu
beladiri, tidak heran jika dulu dia sangat di takuti oleh semua orang.
Dan Faul, bertubuh
gempal, suka makan, dan baperan. Tetapi, dia mempunyai sifat yang tidak gampang
menyerah. Walau misalnya harus nyawa sebagai taruhannya.
Kini mereka sedang
menyelesaikan misi yang sangat penting. Mereka mendapatkan pesan dari
pemerintah setempat, misi itu hama yang mengganggu sawah petani. Dan terancam
gagal panen.
“Aku mau makan terenak
dibumi ini, ada gak ya?” kata Faul yang sedang duduk di meja makan sambil
memilih menu-menu yang tersedia.
“Eh, Faul kamu mimpi.
Ini menu tidak terhubung ke seluruh dunia.” jawab Kris ketus.
“Iya, juga. Ya,” Faul
menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Yah, nasi rames lagi dong! Elah, bosan
Aku.”
“Bosan, tapi habis 4
bungkus.” Kris menggeleng kepalanya.
Memang makanan ini
dipesan melalui tablet, dan terhubung ke warungnya mpok jumi. Dengan makanan
seperti nasi rames, nasi uduk, mie rebus dan gorengan. Serta minuman.
Sedangkan dibelakang
Faul ada Jeni yang sedang memainkan ponselnya. “Perasaan baru beberapa jam kamu
pesan nasi uduk, sekarang sudah pesan nasi rames aja.”
“Diam. Dasar jomblo!”
“Apa kamu bilang! Mau Aku
tonjok tuh muka? Hah?”
“Santai dong. Udah jomblo
marah-marah lagi, makin ngenes aja.”
“Sialan!” Jeni cukup
sabar menghadapi Faul yang rese, sudah beberapa kali kena tonjok. Tapi masih
saja menyebalkan. Dan Jeni memilih diam saja, percuma diladenin. Nanti juga
begitu lagi.
Fau terkekeh.
Pesanan Faul sudah datang.
Dengan suara berdenting seperti suara microwave, lalu sebuah kotak muncul di
hadapan Faul. Lantas dia segera memakannya.
Di meja tengah ada Riza
yang tampak serius memperhatikan layar hologram. Ada sebuah gambar hektaran
sawah yang masih hijau, sekitar sebulan setelah ditanam. Banyak jalan-jalan
kecil yang merubuhkan padi, akibatnya padi yang terlihat hamparan hijau kini
sudah banyak seperti sebuah jalan melintang kesana kemari tidak tentu arah.
Hampir semua sawah
petani seperti itu. Riza sedang memahami, hama apakah yang mengganggu petani di
kotanya.
“Sudahlah, Za. Kita
sudah meneliti ini dari sebulan yang lalu, tapi kita tidak menemukan apa
penyebabnya. Mending kamu makan dulu, kamu belum makan. Kan? Padahal ini sudah
siang.” ucap Kris yang kini juga sedang makan mi rebus yang dia pesan di mpok
Jumi.
“Iya, Za. Nanti kita
sama-sama cari lagi penyebabnya,” Faul menimpali ucapan Kris.
Riza menghembuskan
nafas lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri kedua temannya yang sedang
makan.
Terlihat bawah mata
Riza menghitam dan mata yang memerah. Dia tidak bisa tidur, memikirkan hama
yang menyerang petani dikotanya. Apalagi dia mempunyai paman yang juga bekerja sebagai
petani, dia tahu bagaimana perasaan pamannya, pamannya selalu mengeluh dan
kadang suka marah-marah.
Pesan ini sudah di
kirim satu bulan yang lalu oleh pemerintah di kotanya. Memang kelompok atau
geng Riza sudah dikenal sebagai penyelamat lingkungan, namun teman-teman dan
dirinya menganggap suatu keharusan. Kelompok yang dia dan teman-temannya di
dirikan yaitu untuk membantu masyarakat, Apalagi sesama manusia memang harus
tolong menolong, Riza dan teman-teman memanfaatkan kecerdasannya untuk
masyarakat bukan hanya untuk dirinya sendiri.
“Aku mau tidur
sebentar, kalau nanti ada apa-apa bangunin aja.” Riza pergi ke ruang tidur
disana juga tersedia 4 tempat tidur.
Kris menganggukan
kepalanya.
“Kasihan Riza, pasti
dia tidak tidur semalaman. Aku tahu apa yang Riza rasakan. Apalagi pamannya
yang juga bekerja sebagai petani.” ujar Jeni, yang kini juga duduk di meja
makan.
Kris menghembuskan nafasnya
secara kasar.
“Rasanya misi kita saat
ini, berat banget. Padahal dulu, cuma seminggu kita pecahin masalah, hama burung
yang makan padi sampai habis, bisa kita atasi. Tapi Sekarang rasanya susah
banget.” Jeni menmbahkan.
“Tapi kayanya kita
tidak bisa diam disini terus, kita harus terjun langsung ketempatnya supaya
kita tahu apa letak permasalahannya. Siapa tahu kita dapat petunjuk untuk
memecahkan masalah itu.”
“Iya, aku setuju.” Kris
membenarkan ucapan Faul.
Ternyata langit sudah
berubah menjadi hitam, dan bulan sudah muncul bersama dengan bintang-bintang
yang menghias malam.
“Sorry, aku baru
bangun.”
“Tidak apa-apa, Za.
Lagian kamu seperti keliatan capek banget. Lagian kita sudah menentukan apa
yang harus kita lakukan sekarang.” kata Kris yang sudah pulang ke rumah terlebih
dahulu untuk ganti pakaian.
Riza mengangguk. “Yang
lain pada kemana?” Riza tidak melihat Jeni dan juga Faul.
“Mereka pulang dulu,
mungkin sebentar lagi datang.”
Riza kembali
menganggukan kepalanya.
“Kalau begitu aku juga
pulang dulu, Kris.”
Pukul 9 malam. Riza,
Faul, kris, dan Jeni. Sudah berada di markas, kini mereka duduk melingkari meja
dan layar hologram didepan mereka.
“Jadi, apa keputusan
kalian?”
“Jadi, gini Za. Tadi
siang kita sudah merencanakan untuk terjun langsung ke lokasi. Kamu tahu kan,
hampir sebulan ini, kita belum juga mendapatkan petunjuk yang bisa memecahkan
permasalahan ini. Jadi menurut kamu gimana, Za?”
Riza tampak berpikir.
Dan beberapa saat hening sejenak semua mata tertuju pada Riza.
“Iya, aku setuju.”
Jawabnya dengan mantap.
“Lalu kapan kita akan
mulai dengan misi kita ini?”
“Malam ini.” Jawab
Faul.
“Oke. Mari kita
siap-siap!”
Semua yang ada di sana
sudah beranjak untuk mempersiapkan apa yang di butuhkan untuk nanti. Riza
mengambi ranselnya, memasukan sebuah serbuk ajaib, lalu sebuah senjata seperti pemukul
kasti namun karena canggih, senjata itu bisa berubah ketika apa yang dipikirkannya
akan berwujud apa yang ada diotak Riza.
Riza belum tahu apa
yang akan terjadi di sana. Yang penting Dia harus mempersiapkan dan menjaga
agar tidak terjadi apa-apa.
Sama seperti Riza.
Faul, mengambil ranselnya. Memasukan senter, dan alat canggih yang dia punya
dan tidak lupa 4 bungkus nasi rames yang dia pesan beberapa menit yang lalu.
Kemudian Kris, dia juga mengambil beberapa alat canggihnya eksperimennya. Dan
Jeni, dia membawa sebuah sabuk yang sangat canggih, sabuk itu bisa berubah
menjadi pedang ataupun tali yang sangat panjang. Dia memakainya.
Mereka keluar dari
markas dengan pakaian yang sudah dirancang oleh Faul. Pakaian ini bisa tahan,
dari bisa ular dan hewan yang bisa lainnya. Dan juga pakaian ini di rancang
menyesuaikan tempat dan suasana. Jika berada di tempat dingin atau panas, baju
ini akan sangat tipis atau tebal dengan sendirinya. Dan suasana, ketika suasana
lagi siang atau malam. baju ini akan terang seperti cahaya lampu ketika malam
tiba dan ketika siang baju ini tampak seperti biasa saja pada umumnya.
Misi ini akan dimulai.
Komentar
Posting Komentar