ZUPRA genre Fantasi

 

ZUPRA

PART II

 

Mereka tiba di sebuah saung yang berada ditengah sawah. Sawah milik pamannya Riza. Langit malam ini sangat indah, bertabur bintang dan bulan yang bulat sempurna. Terdengar suara hewan jangkrik, kodok, dan hewan lainnya yang menemani mereka malam ini.

Saung pamannya cukup besar, ada tungku api yang masih mengepulkan asap. mungkin bekas tadi siang pamannya. Dan sebuah tempat duduk yang terbuat dari bambu yang cukup besar. Teras. Waktu sudah  menunjukan pukul 10 malam.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Faul. Setelah setengah jam berdiam diri.

Riza sedang mengamati sawah pamannya yang rusak oleh hama. Kris juga masih berpikir, Jeni sudah menyusuri ke pematang sawah. Melihat bagaimana jejak hama yang kini sudah ada didepan matanya. Jeni berjongkok dan mengambil tanah atau jejak hama itu didekatkan ke hidungnya. Ada bau yang menyengat yang merasuki hidungnya.

“Hati-hati, Jen!” teriak Riza.

Kini faul, kris dan juga Riza sudah berpencar menyusuri sawah. Untuk mendapatkan petunjuk. Sekitar satu jam mereka menyusuri sawah tetapi belum mendapatkan petunjuk, namun tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari jauh. Riza menatap langit, mungkin saja akan turun hujan. Tapi tidak ada tanda-tanda mau hujan.

“Hei, kalian dengar!” ucap Kris dengan keras.

Mereka saling menatap satu sama lain. Dan wajah mereka berubah menjadi tegang, Jeni sudah mengambil sabuknya, Riza mengambil pemukulnya, kris dan Faul sudah bersiap. Jika kemungkinan ada hewan buas yang siap menyerang mereka.

Namun Gemuruh itu tiba-tiba hilang. Hanya beberapa detik, malam kembali lengang. Hanya ada suara jangkrik dan kodok yang bersahutan. Mereka kembali menyimpan senjatanya. Kini mereka kembali kedalam saung.

“Tadi suara apa ya? Hewan?” tanya Kris yang masih heran.

“Bukan. Jika suara hewan, lalu suara hewan apa yang bergemuruh?” Faul menjawab.

Riza dan Jeni masih diam. Masih mencerna apa yang barusan terjadi.

“Za, apakah kita akan tetap disini terus? Apa langkah berikutnya?” Kris menatap Riza yang masih bergeming.

Riza menatap Kris. “Sebentar, kita tidak boleh gegabah. Misi kita kali ini kayanya berbahaya. Kita tidak boleh berpencar,”

“Benar. Kata Riza, kita harus mempersiapkannya dengan matang.” Timpal Jeni.

“Kita harus menggunakan cara lain, terlalu bahaya jika menggunakan tangan kosong. Sekarang kita bisa merencanakan kemungkinan terjadi, bagaimana jika yang merusak sawah petani itu hewan buas? Atau monster?” tambah Jeni.

 “aku sudah mengambil sampel tanah, jejak hewan itu. Aku rasa kita sudah menemukan petunjuk untuk langkah selanjutnya.” Jeni lagi.

“Tidak! Itu tidak cukup. Kita tunggu sebentar lagi. Apakah gemuruh itu akan datang lagi atau tidak, kita tunggu sebentar.”

Faul sudah lelah. kini sudah menjatuhkan tubuhnya di teras, memejamkan mata sejenak. Kris juga sama, tapi Jeni dan juga Riza. Tetap memantau dan konsentrasi.

Setengah jam kemudian, seketika suara jangkrik dan kodok tidak lagi bersuara berganti dengan suara gemuruh yang semakin terdengar yang datang dari utara. Masih berada disaung. Riza dan Jeni sudah mengeluarkan senjatanya. Tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, Faul dan kris juga sudah dibangunkan oleh Jeni dan kini mereka juga sudah mengambil kuda-kuda untuk siap menyerang.

Gemuruh itu semakin terdengar mendekat. Wajah mereka berubah menjadi tegang, kesiur angin menerpa wajah mereka. Tidak seperti angin biasanya, angin ini seperti angin topan. Bahkan merobohkan pohon yang dilewatinya. Semakin dekat. Dari kejauhan terlihat seperti angin menggulung namun berwarna hitam pekat.

Riza yang berada didepan, sempat menahan nafas. Jeni, masih menatap gulungan angin hitam itu dengan tajam. Kris sudah ancang-ancang dengan senjatanya. Dan Faul sudah ketakutan, wajahnya sudah pucat pasi. Dia mengeratkan pegangannya di senjatanya.

Mereka menyaksikan angin itu terpisah menjadi menjadi banyak, melewati pematang sawah petani termasuk sawah pamannya Riza. Lalu, suara gemuruh terganti dengan suara nyaring yang sangat memekakkan telinga. Mereka menutup telinga dan menutup mata karena angin itu terlalu kencang. Hewan itu sudah berpencar dan merusak sawah-sawah petani. Kecepatannya seperti flash.

Dalam sekejap, sawah petani sudah habis di terpa oleh angin hitam. Dan angin hitam itu kembali menjadi satu gulungan lagi, dan suara yang memekakkan telinga sudah hilang berganti dengan gemuruh yang kian menjauh.

Mereka membuka mata dan telinga. Dan betapa terkejut semua petak sawah sudah tidak terlihat padi lagi, semuanya berubah menjadi tanah kembali. Hama malam ini menghabiskan semua padi yang baru tumbuh.

“Apa yang terjadi?” Faul terkejut melihat sawah yang didepan matanya sudah tidak terlihat lagi, semuanya sudah berubah kembali seperti belum di tanami padi.

“Angin topan, tidak mungkin langsung meratakan padi. Ini lihat, semuanya tanah kembali. Kemana padi-padi yang tumbuh?” Kris mendekati petak sawah dan melihat ternyata tidak ada satu batang padi pun yang tertinggal.

Riza sudah tidak sanggup menahan tubuhnya, kini sudah bertekuk lutut. Melihat sawah milik pamannya sudah habis. Terlihat kilatan marah dari matanya dan nafasnya yang memburu. Jeni yang melihat itu, mengusap bahu Riza dua kali.

Hama kali ini belum terpecahkan. Entah angin topan jenis apa, atau hewan apa yang menyerang sawah. Dengan kecepatan seperti flash dan suara yang sangat memekakkan telinga.

“Kita harus mencari sarang hewan itu. Aku meyakini bahwa yang tadi itu adalah hewan yang mempunyai kekuatan yang sangat besar.” Kata Jeni.

Riza menganggukan.

“Kita sama-sama pergi ke utara.  Kita siapkan senjata kita,”

Mereka kini berjalan di pematang sawah menuju utara, mencari sarang hewan itu. Jelas, angin topan tidak akan mengeluarkan suara yang sangat memekakkan telinga. Ini adalah hewan atau mungkin monster.

Dua jam kemudian mereka terus berjalan menuju utara. Malam kian terasa, apalagi kini mereka telah mendekati hutan yang sangat lebat. Mereka berhenti sejenak. Di sebuah saung milik petani.

Setengah jam mereka berdiam diri dan istirahat. Gemuruh itu terdengar kembali, mereka bersiap dengan senjata yang sudah berada ditangan. Lalu, dari belakang mereka tepatnya dari arah hutan angin itu datang. Gulungan hitam. Kini menuju arah barat, sawah petani yang memang baik-baik saja kini di rusak.

Mata mereka kini bisa melihat tidak seperti tadi terpejam. Memang jaraknya yang cukup jauh, jadi angin itu tidak terlalu mengganggu mata mereka.

Mereka menyaksikan bagaimana hewan itu merusak padi dengan kecepatan seperti flash. Dalam sepuluh detik, sawah itu sudah tidak ada padi lagi.

Ketika sudah selesai, hewan itu berkumpul menjadi sebuah gulungan angin hitam. Dan kembali ke utara.

Dilihat dari jam tangan Kris, sudah menunjukan pukul 2 pagi.

“Za, apakah kita akan melanjutkan misi ini sekarang? Sekarang sudah puku 2 pagi. Kita tidak mungkin akan menemukan sarang itu hari ini juga. Lebih baik kita pulang dulu, lalu merencanakan kembali apa rencana selanjutnya. Lagian kita, sudah sangat lelah,” ucap Kris menatap Riza.

Riza menatap teman-temannya satu-satu. Riza membenarkan ucapan Kris, misi kali ini harus benar-benar matang di rencanakan.

“Baiklah. Sekarang kita pulang dulu, besok kita lanjutkan.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Lima Ratus Rupiah

CERITA HARI INI