ZUPRA genre Fantasi

 ZUPRA

PART III


Terdengar suara isak yang tertahan di ruang tengah. Paman bersama ayah, sedang duduk disebelah ayah namun sambil menundukkan kepala. Ayah mengusap punggung paman. Riza yang sedang berada didapur tidak sengaja mendengar percakapan ayah dan juga pamannya. Riza melihat wajah pamannya yang terlihat sedih dan kecewa.

Riza menghela nafas. Lalu dia keluar dari tempat persembunyiannya di balik tembok antara dapur dan ruang tengah.

“Ayah, aku mau pergi ke markas.” Riza menyalimi ayah dan juga pamannya dengan takzim.

“Iya, hati-hati dijalan.” ucap Ayah.

Riza lantas pergi ke markas. Dia harus segera menyelesaikan misi ini. Dia tidak mau melihat pamannya yang setiap hari curhat ke ayahnya, mengeluhkan hama padi yang terus mengganggu. Memang siapa lagi yang harus menyelesaikan bencana ini, menunggu pemerintah pun kapan akan di selesaikannya?

Sekarang Riza harus bergerak cepat. Dia segera menghubungi teman-temannya. Melalui telepon layar hologram.

“Jen, Faul, Kris. Cepat ke markas sekarang!” ucap Riza menatap layar hologram yang terhubung ke ponsel teman-temannya.

Setelah menunggu sepuluh menit, mereka datang dengan wajah yang serius. Mereka tahu, jika Riza sudah memanggil mereka, berarti keadaan sangat serius dan darurat.

Mereka duduk di kursinya masing-masing, di meja yang sedang menampilkan layar hologram bergambar hektar sawah milik petani.

“Teman-teman kita harus segera selesaikan misi ini secepatnya. karena jika kita menunggu pemerintah itu akan lama. Kita harus bergerak cepat sebelum hama itu datang kembali dan menghabiskan padi milik petani lain.” ujar Riza menatap teman-temannya satu-satu.

“Iya, aku setuju. Menunggu pemerintah bergerak itu akan lama,” Kris menatap Riza dengan serius.

“Iya.” Faul menganggukan kepalanya.

“Lalu rencana apa yang akan kita lakukan?” tanya Jeni.

“Hari ini kita akan kembali ke hutan, dimana hama itu datang. Kita akan cari hewan apa yang menyerang sawah petani.”

“Baik,” jawab mereka.

“Mari kita bersiap.” kata Riza.

Riza, Kris, Jeni dan Faul segera bersiap. Mereka kembali memakai baju canggih mereka, dengan membawa senjata masing-masing. Sudah tidak banyak waktu lagi mereka langsung meninggalkan markas Zupra.

Mereka kembali ke hutan yang tadi malam mereka datangi. Mereka akhirnya sampai di hutan sebelah utara dimana hama itu datang. Mereka berpencar mencari jejak hama itu.

Riza mengeluarkan senjatanya yang seperti sebuah tongkat. Dia mulai berkonsentrasi, memikirkan alat apa yang bisa digunakan saat ini.

Tongkat itu berubah menjadi bola-bola sangat kecil sangat kecil. Lebih tepatnya seperti kamera pengintai. Lalu sebagian tongkat itu menjadi sebuah jam yang terpasang di tangan Riza. Bola itu mulai berpencar dan mengapung diudara, menangkap gambar yang didapatkan dari bola itu.

Riza mulai melihat dengan serius kearah jam tangannya. Dan dari layar jam tangan itu terlihat gambar hutan dengan beberapa pohon runtuh seperti terkena angin topan. Riza yakin itu adalah jejak hama itu, semakin dalam hutan semakin terlihat banyak ranting pohon yang rubuh. Dan sekitar tiga kilo meter dari Riza berdiri sekarang, terlihat dibalik semak-semak ada lubang yang seperti Gua.

Riza terperangah. “Teman-teman lihat!” Riza terpekik.

Kris, Jeni dan Faul segera mendekat ke Riza, melihat apa yang yang membuat Riza terkejut. Dan mereka pun sama terkejutnya. Bagaimana sebuah lubang namun sebesar Gua. Terlihat kamera itu memasuki Gua itu yang sangat lembab.

Faul yang melihat bergidik ngeri. Dibawah Gua terlihat seperti tanah namun berwarna hitam, lalu di langit-langit Gua banyak kelelawar.

“Kita harus kesana. Dan kita memastikan apakah Gua ini yang menjadi sarangnya atau bukan.”

Kris menganggukkan kepala.

Mereka pergi ke lokasi Gua tersebut. Setelah sampai di sana, mereka mulai membersihkan semak-semak yang menghalangi mulut Gua. Dan kemudian Riza meneliti di sekitar Gua, lalu perlahan mereka berdiri di mulut Gua. Dari sini mereka bisa mencium bau yang sangat menyengat. Lalu Jeni dengan berani memasuki Gua itu, perlahan.

Faul dan Kris dari tadi sudah muntah akibat bau yang di timbulkan di dalam Gua. Dan mereka berdua sedikit menjauhi mulut Gua.

“Hati-hati, Jen!” ujar Riza di belakang Jeni.

Jeni menganggukkan kepala. Dan matanya terus meneliti setiap sudut Gua. Sangat perlahan dan hati-hati. tiba-tiba Jeni berhenti, dia melihat kebawahnya dan kakinya menginjak kotoran yang lengket dan bau. – Untung dia memakai baju yang canggih. Riza yang melihat itu hampir muntah. Kemudian Jeni melanjutkan langkahnya, lalu Riza berpindah ke sisi kiri. Meneliti setiap dinding dan sudut Gua ini. Ternyata Gua ini semakin dalam, banyak sekali jalur atau terowongan. Dan Riza tidak sengaja menabrak kerikil batu, dan akibatnya kelelawar yang sedang bergelantungan tiba-tiba terbang keluar. Dan menimbulkan bunyi yang sangat berisik.

“Awas Za!” Teriak Jeni yang dengan sigap menundukan kepalanya.

Dan Riza yang mendengar teriakan Jeni, langsung waspada dan siap memukul kelelawar yang hampir menbraknya.

“Kamu tidak apa-apa, Za?” tanya Jeni yang kini sudah didekat Riza.

“Iya. Tidak apa-apa.” Riza menganggukkan kepalanya.

Jeni tersenyum. “Yang lain mana?” Jeni melihat ke belakang, tidak menemukan Faul dan juga Kris.

“Mereka diluar. Mereka tidak kuat mencium bau kotoran ini.”

Jeni menganggukkan kepala. “Yasudah. Kita kembali ke luar. Kayanya semakin dalam Gua ini, semakin banyak jalan dan kita bisa saja tersesat. Lebih baik kita kembali.”

“Iya, baiklah.”

Mereka pun kembali ke mulut Gua, menghampiri kedua temannya.

“Kalian tidak apa-apa?” tanya Kris meneliti setiap jengkal tubuh Riza dan Jeni, takut jika ada luka akibat kelelawar yang tiba-tiba terganggu.

“Kami baik-baik saja, Kris.” Riza tersenyum.

Ay, kamu baik-baik aja, kan? Aku khawatir sama kamu.” Faul mendekati Jeni dengan wajah yang memang khawatir.

“Apaan sih. mau aku cekek?” Jeni menatap Faul garang.

“Kamu itu gimana sih, di perhatiin salah, di jailin marah juga. Hobi banget marah-marah.”

“Iya, soalnya aku kesel liat muka kamu.” Jeni kemudian meninggalkan Faul dan kini di dekat Kris.

Faul cemberut.

Kris dan Riza hanya tertawa.

“Jadi, bagaimana tadi didalam?” tanya Kris menatap Riza serius.

“Jadi Gua itu banyak sekali jalan dan juga permukaan yang lembab, lalu banyak kotoran yang sangat menyengat. Tapi aku heran memang ada Gua banyak jalan begitu?”

“Iya, ada sih.” Kris menjawab dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Tapi ini sangat aneh, Za. Gua ini kaya dibuat, tidak terbentuk secara alami.” Kata Jeni

“Iya, yang aku tahu Gua alami itu terlindungi oleh batuan gitu, kan? Dan juga bentuknya kaya ada stalagmite dan stalaktit nya, kan?” kini Faul sudah menatap Riza dengan serius.

Riza membenarkan ucapan Faul.

“Lalu jika Gua ini bukan proses alami, berarti bisa dikatakan ini adalah lubang yang dibuat.” kata Riza.

“Terus dibuat oleh siapa? Manusia?” Timpal Kris.

Riza menggeleng.

“Bukan.” ucap Jeni. “Bisa jadi, Gua ini dibuat oleh hama itu,” lanjut Jeni.

Terlihat Faul menegang. “Apakah naga? Atau ular?”

“Hei, mana bisa ular. Ular kan kecil,” Kris menyangkal ucapan Faul.

“Bisa saja. Anaconda, kan? Besar.”

Dan kini wajah Kris juga terlihat pias.

Mereka terdiam sejenak.

Tiba-tiba didalam Gua terdengar suara menyeramkan yang menggema sampai terdengar keluar Gua. Mereka saling pandang kemudian melihat ke dalam Gua.

“Suara apa itu?” tanya Faul.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Lima Ratus Rupiah

CERITA HARI INI